TENTANG
BANTUAN HUKUM
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa negara menjamin hak konstitusional setiap
orang untuk mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagai sarana
perlindungan hak asasi manusia;
b. bahwa negara bertanggung jawab terhadap pemberian
bantuan hukum bagi orang miskin sebagai perwujudan akses terhadap keadilan;
c. bahwa pengaturan mengenai bantuan hukum yang
diselenggarakan oleh negara harus berorientasi pada terwujudnya perubahan
sosial yang berkeadilan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c,perlu membentuk Undang-Undang
tentang Bantuan Hukum;
Mengingat: Pasal 20, Pasal 21, Pasal 27 ayat
(1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (2), Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5),
dan Pasal 34 ayat (2) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK
INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG
BANTUAN HUKUM.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan
oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum.
2. Penerima Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok
orang miskin.
3. Pemberi Bantuan Hukum adalah lembaga bantuan
hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan Bantuan Hukum
berdasarkan Undang-Undang ini.
4. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.
5. Standar Bantuan Hukum adalah pedoman pelaksanaan
pemberian Bantuan Hukum yang ditetapkan oleh Menteri.
6. Kode Etik Advokat adalah kode etik yang
ditetapkan oleh organisasi profesi advokat yang berlaku bagi Advokat.
Pasal 2
Bantuan Hukum dilaksanakan berdasarkan asas:
a. keadilan;
b. persamaan kedudukan di dalam hukum;
c. keterbukaan;
d. efisiensi;
e. efektivitas; dan
f. akuntabilitas.
a. keadilan;
b. persamaan kedudukan di dalam hukum;
c. keterbukaan;
d. efisiensi;
e. efektivitas; dan
f. akuntabilitas.
Pasal 3
Penyelenggaraan Bantuan Hukum bertujuan untuk:
a. menjamin dan memenuhi hak bagi Penerima Bantuan
Hukum untuk mendapatkan akses keadilan;
b. mewujudkan hak konstitusional segala warga negara
sesuai dengan prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum;
c. menjamin kepastian penyelenggaraan Bantuan Hukum
dilaksanakan secara merata di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia; dan
d. mewujudkan peradilan yang efektif, efisien, dan
dapat dipertanggungjawabkan.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 4
(1) Bantuan Hukum diberikan kepada Penerima Bantuan
Hukum yang menghadapi masalah hukum.
(2) Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi masalah hukum keperdataan, pidana, dan tata usaha negara baik litigasi
maupun nonlitigasi.
(3) Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi menjalankan kuasa, mendampingi, mewakili, membela, dan/atau melakukan
tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum Penerima Bantuan Hukum.
Pasal 5
(1) Penerima Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) meliputi setiap orang atau kelompok orang miskin yang
tidak dapat memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri.
(2) Hak dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi hak atas pangan, sandang, layanan kesehatan, layanan pendidikan,
pekerjaan dan berusaha, dan/atau perumahan.
BAB III
PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM
Pasal 6
(1) Bantuan Hukum diselenggarakan untuk membantu
penyelesaian permasalahan hukum yang dihadapi Penerima Bantuan Hukum.
(2) Pemberian Bantuan Hukum kepada Penerima Bantuan
Hukum diselenggarakan oleh Menteri dan dilaksanakan oleh Pemberi Bantuan Hukum
berdasarkan Undang-Undang ini.
(3) Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
bertugas:
a. menyusun dan menetapkan kebijakan penyelenggaraan
Bantuan Hukum;
b. menyusun dan menetapkan Standar Bantuan Hukum
berdasarkan asas-asas pemberian Bantuan Hukum;
c. menyusun rencana anggaran Bantuan Hukum;
d. mengelola anggaran Bantuan Hukum secara efektif,
efisien, transparan, dan akuntabel; dan
e. menyusun dan menyampaikan laporan penyelenggaraan
Bantuan Hukum kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada setiap akhir tahun anggaran.
Pasal 7
(1) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (3), Menteri berwenang:
a. mengawasi dan memastikan penyelenggaraan Bantuan
Hukum dan pemberian Bantuan Hukum dijalankan sesuai asas dan tujuan yang
ditetapkan dalam Undang-Undang ini; dan
b. melakukan verifikasi dan akreditasi terhadap
lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan untuk memenuhi kelayakan
sebagai Pemberi Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang ini.
(2) Untuk melakukan verifikasi dan akreditasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Menteri membentuk panitia yang
unsurnya terdiri atas:
a. kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia;
b. akademisi;
c. tokoh masyarakat; dan
d. lembaga atau organisasi yang memberi layanan Bantuan Hukum.
c. tokoh masyarakat; dan
d. lembaga atau organisasi yang memberi layanan Bantuan Hukum.
(3) Verifikasi dan akreditasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dilakukan setiap 3 (tiga) tahun.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
verifikasi dan akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diatur
dengan Peraturan Menteri.
BAB IV
PEMBERI BANTUAN HUKUM
Pasal 8
(1) Pelaksanaan Bantuan Hukum dilakukan oleh Pemberi
Bantuan Hukum yang telah memenuhi syarat berdasarkan Undang-Undang ini.
(2) Syarat-syarat Pemberi Bantuan Hukum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. berbadan hukum;
b. terakreditasi berdasarkan Undang-Undang ini;
c. memiliki kantor atau sekretariat yang tetap;
d. memiliki pengurus; dan
e. memiliki program Bantuan Hukum.
b. terakreditasi berdasarkan Undang-Undang ini;
c. memiliki kantor atau sekretariat yang tetap;
d. memiliki pengurus; dan
e. memiliki program Bantuan Hukum.
Pasal 9
Pemberi Bantuan Hukum berhak:
a. melakukan rekrutmen terhadap advokat, paralegal,
dosen, dan mahasiswa fakultas hukum;
b. melakukan pelayanan Bantuan Hukum;
c. menyelenggarakan penyuluhan hukum, konsultasi
hukum, dan program kegiatan lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan Bantuan
Hukum;
d. menerima anggaran dari negara untuk melaksanakan
Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang ini;
e. mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam
membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
f. mendapatkan informasi dan data lain dari
pemerintah ataupun instansi lain, untuk kepentingan pembelaan perkara; dan
g. mendapatkan jaminan perlindungan hukum, keamanan,
dan keselamatan selama menjalankan pemberian Bantuan Hukum.
Pasal 10
Pemberi Bantuan Hukum berkewajiban untuk:
a. melaporkan kepada Menteri tentang program Bantuan Hukum;
a. melaporkan kepada Menteri tentang program Bantuan Hukum;
b. melaporkan setiap penggunaan anggaran negara yang
digunakan untuk pemberian Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang ini;
c. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan Bantuan
Hukum bagi advokat, paralegal, dosen, mahasiswa fakultas hukum yang direkrut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a;
d. menjaga kerahasiaan data, informasi, dan/atau
keterangan yang diperoleh dari Penerima Bantuan Hukum berkaitan dengan perkara
yang sedang ditangani, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang; dan
e. memberikan Bantuan Hukum kepada Penerima Bantuan
Hukum berdasarkan syarat dan tata cara yang ditentukan dalam Undang-Undang ini
sampai perkaranya selesai, kecuali ada alasan yang sah secara hukum.
Pasal 11
Pemberi Bantuan Hukum tidak dapat dituntut secara
perdata maupun pidana dalam memberikan Bantuan Hukum yang menjadi tanggung jawabnya
yang dilakukan dengan iktikad baik di dalam maupun di luar sidang pengadilan
sesuai Standar Bantuan Hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau
Kode Etik Advokat.
BAB V
HAK DAN KEWAJIBAN PENERIMA BANTUAN
HUKUM
Pasal 12
Penerima Bantuan Hukum berhak:
a. mendapatkan Bantuan Hukum hingga masalah hukumnya
selesai dan/atau perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama
Penerima Bantuan Hukum yang bersangkutan tidak mencabut surat kuasa;
b. mendapatkan Bantuan Hukum sesuai dengan Standar
Bantuan Hukum dan/atau Kode Etik Advokat; dan
c. mendapatkan informasi dan dokumen yang berkaitan
dengan pelaksanaan pemberian Bantuan Hukum sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 13
Penerima Bantuan Hukum wajib:
a. menyampaikan bukti, informasi, dan/atau
keterangan perkara secara benar kepada Pemberi Bantuan Hukum;
b. membantu kelancaran pemberian Bantuan Hukum.
BAB VI
SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN
BANTUAN HUKUM
Pasal 14
(1) Untuk memperoleh Bantuan Hukum, pemohon Bantuan
Hukum harus memenuhi syarat-syarat:
a. mengajukan permohonan secara tertulis yang berisi
sekurang-kurangnya identitas pemohon dan uraian singkat mengenai pokok
persoalan yang dimohonkan Bantuan Hukum;
b. menyerahkan dokumen yang berkenaan dengan
perkara; dan
c. melampirkan surat keterangan miskin dari lurah,
kepala desa, atau pejabat yang setingkat di tempat tinggal pemohon Bantuan
Hukum.
(2) Dalam hal pemohon Bantuan Hukum tidak mampu
menyusun permohonan secara tertulis, permohonan dapat diajukan secara lisan.
Pasal 15
(1) Pemohon Bantuan Hukum mengajukan permohonan
Bantuan Hukum kepada Pemberi Bantuan Hukum.
(2) Pemberi Bantuan Hukum dalam jangka waktu paling
lama 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan Bantuan Hukum dinyatakan lengkap
harus memberikan jawaban menerima atau menolak permohonan Bantuan Hukum.
(3) Dalam hal permohonan Bantuan Hukum diterima,
Pemberi Bantuan Hukum memberikan Bantuan Hukum berdasarkan surat kuasa khusus
dari Penerima Bantuan Hukum.
(4) Dalam hal permohonan Bantuan Hukum ditolak,
Pemberi Bantuan Hukum mencantumkan alasan penolakan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata
cara pemberian Bantuan Hukum diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VII
PENDANAAN
Pasal 16
(1) Pendanaan Bantuan Hukum yang diperlukan dan
digunakan untuk penyelenggaraan Bantuan Hukum sesuai dengan Undang-Undang ini
dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
(2) Selain pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), sumber pendanaan Bantuan Hukum dapat berasal dari:
a. hibah atau sumbangan; dan/atau
b. sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat.
b. sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat.
Pasal 17
(1) Pemerintah wajib mengalokasikan dana
penyelenggaraan Bantuan Hukum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
(2) Pendanaan penyelenggaraan Bantuan Hukum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan pada anggaran kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.
Pasal 18
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyaluran
dana Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) kepada Pemberi
Bantuan Hukum diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
(1) Daerah dapat mengalokasikan anggaran
penyelenggaraan Bantuan Hukum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan
Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Daerah.
BAB VIII
LARANGAN
Pasal 20
Pemberi Bantuan Hukum dilarang menerima atau meminta
pembayaran dari Penerima Bantuan Hukum dan/atau pihak lain yang terkait dengan
perkara yang sedang ditangani Pemberi Bantuan Hukum.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 21
Pemberi Bantuan Hukum yang terbukti menerima atau
meminta pembayaran dari Penerima Bantuan Hukum dan/atau pihak lain yang terkait
dengan perkara yang sedang ditangani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah).
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 22
Penyelenggaraan dan anggaran Bantuan Hukum yang
diselenggarakan oleh dan berada di Mahkamah Agung Republik Indonesia,
Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, dan
instansi lainnya pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, tetap dilaksanakan
sampai berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan.
Pasal 23
(1) Pemberian Bantuan Hukum yang sedang diproses
sebelum Undang-Undang ini mulai berlaku tetap dilaksanakan sampai dengan
berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan.
(2) Dalam hal pemberian Bantuan Hukum belum selesai
pada akhir tahun anggaran yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pemberian Bantuan Hukum selanjutnya dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 24
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua
peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Bantuan Hukum dinyatakan
masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam
Undang-Undang ini.
Pasal 25
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 2 November 2011
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR.H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
pada tanggal 2 November 2011
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR.H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 2 November 2011
pada tanggal 2 November 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2011 NOMOR 104
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 16 TAHUN 2011
TENTANG
BANTUAN HUKUM
I.UMUM
Hak atas Bantuan Hukum telah diterima secara
universal yang dijamin dalam Kovenan
Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (International
Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR)). Pasal 16 dan Pasal 26 ICCPR menjamin
semua orang berhak memperoleh perlindungan hukum serta harus dihindarkan dari
segala bentuk diskriminasi. Sedangkan Pasal 14 ayat (3) ICCPR, memberikan
syarat terkait Bantuan Hukum yaitu: 1) kepentingan-kepentingan keadilan, dan 2)
tidak mampu membayar Advokat.
Meskipun Bantuan Hukum tidak secara tegas dinyatakan
sebagai tanggung jawab negara namun ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa “Negara Indonesia
adalah negara hukum”. Dalam negara hukum, negara mengakui dan melindungi hak
asasi manusia bagi setiap individu termasuk hak atas Bantuan Hukum.
Penyelenggaraan pemberian Bantuan Hukum kepada warga
negara merupakan upaya untuk memenuhi dan sekaligus sebagai implementasi negara
hukum yang mengakui dan melindungi serta menjamin hak asasi warga negara akan
kebutuhan akses terhadap keadilan (access to justice) dan
kesamaan di hadapan hukum (equality before the law). Jaminan atas
hak konstitusional tersebut belum mendapatkan perhatian secara memadai,
sehingga dibentuknya Undang-Undang tentang Bantuan Hukum ini menjadi dasar bagi
negara untuk menjamin warga negara khususnya bagi orang atau kelompok orang
miskin untuk mendapatkan akses keadilan dan kesamaan di hadapan hukum. Oleh
karena itu, tanggung jawab negara harus diimplementasikan melalui pembentukan
Undang-Undang Bantuan Hukum ini.
Selama ini, pemberian Bantuan Hukum yang dilakukan
belum banyak menyentuh orang atau kelompok orang miskin, sehingga mereka
kesulitan untuk mengakses keadilan karena terhambat oleh ketidakmampuan mereka
untuk mewujudkan hak-hak konstitusional mereka. Pengaturan mengenai pemberian
Bantuan Hukum dalam Undang-Undang ini merupakan jaminan terhadap hak-hak
konstitusional orang atau kelompok orang miskin.
Beberapa pokok materi yang diatur dalam
Undang-Undang ini antara lain mengenai: pengertian Bantuan Hukum, Penerima
Bantuan Hukum, Pemberi Bantuan Hukum, hak dan kewajiban Penerima Bantuan Hukum,
syarat dan tata cara permohonan Bantuan Hukum, pendanaan, larangan, dan
ketentuan pidana.
II.PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah
menempatkan hak dan kewajiban setiap orang secara proporsional, patut, benar,
baik, dan tertib.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “asas persamaan kedudukan di
dalam hukum” adalah bahwa setiap orang mempunyai hak dan perlakuan yang sama di
depan hukum serta kewajiban menjunjung tinggi hukum.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “asas keterbukaan” adalah
memberikan akses kepada masyarakat untuk memperoleh informasi secara lengkap,
benar, jujur, dan tidak memihak dalam mendapatkan jaminan keadilan atas dasar
hak secara konstitusional.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “asas efisiensi” adalah
memaksimalkan pemberian Bantuan Hukum melalui penggunaan sumber anggaran yang
ada.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “asas efektivitas” adalah
menentukan pencapaian tujuan pemberian Bantuan Hukum secara tepat.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “asas akuntabilitas” adalah
bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan Bantuan
Hukum harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Ketentuan ini tidak mengurangi kewajiban profesi
Advokat untuk menyelenggarakan Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang mengenai
Advokat.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Verifikasi dan akreditasi dimaksudkan untuk menilai
dan menetapkan kelayakan lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan
sebagai Pemberi Bantuan Hukum.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Huruf a
Yang dimaksud dengan “mahasiswa fakultas hukum”
termasuk juga mahasiswa dari fakultas syariah, perguruan tinggi militer, dan
perguruan tinggi kepolisian.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “program kegiatan lain yang
berkaitan dengan penyelenggaraan Bantuan Hukum” adalah program: investigasi
kasus, pendokumentasian hukum, penelitian hukum, mediasi, negosiasi, dan
pemberdayaan masyarakat.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “identitas” antara lain nama
lengkap, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir, alamat lengkap, dan pekerjaan
yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk dan/atau dokumen lain yang dikeluarkan
oleh instansi yang berwenang.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5248