TENTANG
REGISTRASI,
IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI
KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Pasal 37 ayat (4), Pasal 42 ayat (4), Pasal 50 ayat (3) Peraturan Pemerintah
Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Kesehatan tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga
Kefarmasian.
Mengingat:
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang
Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 32
Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 72
Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3781);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 38
Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 51
Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5044);
8. Peraturan Presiden Nomor 24
Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta
Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;
9. Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 1144/Menkes/Per/ VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG
REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN
BAB
I
KETENTUAN
UMUM
Pasal
1
Dalam Peraturan Menteri ini yang
dimaksud dengan:
1. Pekerjaan kefarmasian adalah
pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran
obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi
obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
2. Tenaga kefarmasian adalah tenaga
yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan
Tenaga Teknis Kefarmasian.
3. Apoteker adalah Sarjana Farmasi
yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan
Apoteker.
4. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah
tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian,
yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi dan
Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker;
5. Sertifikat kompetensi profesi
adalah surat tanda pengakuan terhadap kompetensi seorang Apoteker
untuk dapat menjalankan pekerjaan/praktik profesinya di seluruh Indonesia
setelah lulus uji kompetensi.
6. Registrasi adalah pencatatan
resmi terhadap tenaga kefarmasian yang telah memiliki
sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu serta
diakui secara hukum untuk menjalankan pekerjaan/praktik profesinya.
7. Registrasi ulang adalah pencatatan
ulang terhadap tenaga kefarmasian yang telah diregistrasi setelah memenuhi
persyaratan yang berlaku.
8. Surat Tanda Registrasi Apoteker,
yang selanjutnya disingkat STRA adalah bukti tertulis yang diberikan oleh
Menteri kepada Apoteker yang telah diregistrasi.
9. Surat Tanda Registrasi Apoteker
Khusus, yang selanjutnya disingkat STRA Khusus adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh Menteri kepada Apoteker warga negara asing lulusan luar negeri
yang akan melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia.
10. Surat Tanda Registrasi Tenaga
Teknis Kefarmasian, yang selanjutnya disingkat STRTTK adalah
bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Tenaga Teknis
Kefarmasian yang telah diregistrasi.
11. Surat Izin Praktik Apoteker,
yang selanjutnya disingkat SIPA adalah surat izin yang diberikan
kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan praktik kefarmasian pada
fasilitas pelayanan kefarmasian.
12. Surat Izin Kerja Apoteker, yang
selanjutnya disebut SIKA adalah surat izin praktik yang diberikan
kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada
fasilitas produksi atau fasilitas distribusi atau penyaluran.
13. Surat Izin Kerja Tenaga Teknis
Kefarmasian, yang selanjutnya disebut SIKTTK adalah surat izin
praktik yang diberikan kepada Tenaga Teknis Kefarmasian untuk dapat
melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas kefarmasian.
14. Komite Farmasi Nasional, yang
selanjutnya disingkat KFN adalah lembaga yang dibentuk oleh Menteri Kesehatan
yang berfungsi untuk meningkatkan mutu Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian
dalam melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas kefarmasian.
15. Organisasi profesi adalah
organisasi tempat berhimpun para Apoteker di Indonesia.
16. Direktur Jenderal adalah
Direktur Jenderal pada Kementerian Kesehatan yang tugas dan tanggung jawabnya
di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.
17. Menteri adalah Menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
BAB
II
REGISTRASI
Bagian
Kesatu
Umum
Pasal
2
(1) Setiap tenaga kefarmasian yang
menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat tanda registrasi.
(2) Surat tanda registrasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. STRA bagi Apoteker; dan
b. STRTTK bagi Tenaga Teknis
Kefarmasian.
Pasal
3
(1) STRA dan STRTTK sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 dikeluarkan oleh Menteri.
(2) Menteri mendelegasikan
pemberian:
a. STRA kepada KFN; dan
b. STRTTK kepada Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi.
Pasal
4
(1) Apoteker warga negara asing
lulusan luar negeri yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian
di Indonesia dalam rangka alih teknologi atau bakti sosial harus memiliki
STRA Khusus.
(2) STRA khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh KFN untuk jangka waktu kurang
dari 1 (satu) tahun.
(3) Untuk dapat menjalankan
pekerjaan kefarmasian, Apoteker yang telah memiliki STRA Khusus tidak
memerlukan SIPA atau SIKA, tetapi wajib melapor kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
Pasal
5
(1) Apoteker lulusan luar negeri
yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian di Indonesia harus melakukan
adaptasi pendidikan.
(2) Adaptasi pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada institusi pendidikan Apoteker yang
terakreditasi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
adaptasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh
Menteri.
Pasal
6
STRA dan STRTTK berlaku selama 5
(lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang selama memenuhi persyaratan.
Bagian
Kedua
Persyaratan
Registrasi
Pasal
7
(1) Untuk memperoleh STRA, Apoteker
harus memenuhi persyaratan:
a. memiliki ijazah Apoteker;
b. memiliki sertifikat kompetensi
profesi;
c. memiliki surat pernyataan telah
mengucapkan sumpah/janji Apoteker;
d. memiliki surat keterangan sehat
fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik; dan
e. membuat pernyataan akan mematuhi
dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
(2) Selain memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Apoteker lulusan luar negeri harus
memenuhi:
a. memiliki surat keterangan telah
melakukan adaptasi pendidikan Apoteker dari institusi pendidikan yang terakreditasi;
dan
b. memiliki surat izin tinggal
tetap untuk bekerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di
bidang ketenagakerjaan dan keimigrasian bagi Apoteker warga negara asing.
Pasal
8
Untuk memperoleh STRTTK, Tenaga
Teknis Kefarmasian harus memenuhi persyaratan:
a. memiliki ijazah sesuai dengan
pendidikannya;
b. memiliki surat keterangan sehat
fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik;
c. memiliki rekomendasi tentang
kemampuan dari Apoteker yang telah memiliki STRA, atau pimpinan institusi
pendidikan lulusan, atau organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian;
dan
d. membuat pernyataan akan mematuhi
dan melaksanakan ketentuan etika kefarmasian.
Bagian
Ketiga
Sertifikat
Kompetensi Profesi
Pasal
9
(1) Sertifikat kompetensi profesi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b dikeluarkan
oleh organisasi profesi setelah lulus uji kompetensi.
(2) Sertifikat kompetensi profesi
berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat dilakukan uji kompetensi kembali
setelah habis masa berlakunya.
Pasal
10
(1) Bagi Apoteker yang baru lulus
pendidikan profesi dianggap telah lulus uji kompetensi dan dapat memperoleh
sertifikat kompetensi profesi secara langsung.
(2) Permohonan sertifikat
kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh perguruan tinggi
secara kolektif 1 (satu) bulan sebelum pelantikan dan pengucapan sumpah
Apoteker baru.
(3) Organisasi profesi harus
memberitahukan kepada KFN mengenai sertifikat kompetensi yang
dikeluarkan paling lama 2 (dua) minggu sebelum pelantikan dan pengucapan
sumpah Apoteker.
Pasal
11
(1) Uji kompetensi dilakukan oleh
organisasi profesi melalui pembobotan Satuan Kredit Profesi (SKP).
(2) Pedoman penyelenggaraan uji
kompetensi ditetapkan oleh KFN.
Bagian
Keempat
Tata
Cara Memperoleh Surat Tanda Registrasi
Pasal
12
(1) Untuk memperoleh STRA, Apoteker
mengajukan permohonan kepada KFN dengan menggunakan contoh sebagaimana
tercantum dalam Formulir 1 terlampir.
(2) Surat permohonan STRA harus
melampirkan:
a. fotokopi ijazah Apoteker;
b. fotokopi surat sumpah/janji
Apoteker;
c. fotokopi sertifikat kompetensi
profesi yang masih berlaku;
d. surat keterangan sehat fisik dan
mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik;
e. surat pernyataan akan mematuhi
dan melaksanakan ketentuan etika profesi; dan
f. pas foto terbaru berwarna ukuran
4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 2 x 3 cm sebanyak 2 (dua)
lembar.
(3) Permohonan STRA dapat diajukan
dengan menggunakan teknologi informatika atau secara online
melalui website KFN.
(4) KFN harus menerbitkan STRA
paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak surat permohonan diterima dan
dinyatakan lengkap menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 2
terlampir.
Pasal
13
(1) Bagi Apoteker yang baru lulus
pendidikan dapat memperoleh STRA secara langsung.
(2) Permohonan STRA sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh perguruan tinggi secara
kolektif setelah memperoleh sertifikat kompetensi profesi 2 (dua) minggu
sebelum pelantikan dan pengucapan sumpah Apoteker baru dengan menggunakan
contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 3 terlampir.
Pasal
14
(1) Untuk memperoleh STRTTK, Tenaga
Teknis Kefarmasian harus mengajukan permohonan kepada kepala dinas
kesehatan provinsi dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam
Formulir 4 terlampir.
(2) Surat permohonan STRTTK harus
melampirkan:
a. fotokopi ijazah Sarjana Farmasi
atau Ahli Madya Farmasi atau Analis Farmasi atau Tenaga Menengah
Farmasi/Asisten Apoteker;
b. surat keterangan sehat fisik dan
mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik;
c. surat pernyataan akan mematuhi
dan melaksanakan ketentuan etika kefarmasian;
d. surat rekomendasi kemampuan dari
Apoteker yang telah memiliki STRA, atau pimpinan institusi pendidikan
lulusan, atau organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian; dan
e. pas foto terbaru berwarna ukuran
4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 2 x 3 cm sebanyak 2 (dua)
lembar.
(3) Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
harus menerbitkan STRTTK paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak surat
permohonan diterima dan dinyatakan lengkap menggunakan contoh sebagaimana
tercantum dalam Formulir 5 terlampir.
Bagian
Kelima
Registrasi
Ulang
Pasal
15
(1) Registrasi ulang dilakukan
sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 atau Pasal 14 dengan
melampirkan surat tanda registrasi yang lama.
(2) Registrasi ulang harus
dilakukan minimal 6 (enam) bulan sebelum STRA atau STRTTK habis masa
berlakunya.
Bagian
Keenam
Pencabutan
STRA dan STRTTK
Pasal
16
(1) STRA atau STRTTK dapat dicabut
karena:
a. permohonan yang bersangkutan;
b. pemilik STRA atau STRTTK tidak
lagi memenuhi persyaratan fisik dan mental untuk menjalankan pekerjaan
kefarmasian berdasarkan surat keterangan dokter;
c. melakukan pelanggaran disiplin
tenaga kefarmasian; atau
d. melakukan pelanggaran hukum di
bidang kefarmasian yang dibuktikan dengan putusan pengadilan.
(2) Pencabutan STRA disampaikan
kepada pemilik STRA dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan organisasi
profesi.
(3) Pencabutan STRTTK disampaikan
kepada pemilik STRTTK dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis
Kefarmasian.
BAB
III
IZIN
PRAKTIK DAN IZIN KERJA
Bagian
Kesatu
Umum
Pasal
17
(1) Setiap tenaga kefarmasian yang
akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat izin
sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja.
(2) Surat izin sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berupa:
a. SIPA bagi Apoteker penanggung
jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian;
b. SIPA bagi Apoteker pendamping di
fasilitas pelayanan kefarmasian;
c. SIKA bagi Apoteker yang
melakukan pekerjaan kefarmasian di fasilitas produksi atau
fasilitas distribusi/penyaluran; atau
d. SIKTTK bagi Tenaga Teknis
Kefarmasian yang melakukan pekerjaan kefarmasian pada
fasilitas kefarmasian.
Pasal
18
(1) SIPA bagi Apoteker penanggung
jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian atau SIKA hanya diberikan untuk 1
(satu) tempat fasilitas kefarmasian.
(2) Apoteker penanggung jawab di
fasilitas pelayanan kefarmasian berupa puskesmas dapat menjadi Apoteker
pendamping di luar jam kerja.
(3) SIPA bagi Apoteker pendamping
dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas
pelayanan kefarmasian.
(4) SIKTTK dapat diberikan untuk
paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas kefarmasian.
Pasal
19
SIPA, SIKA, atau SIKTTK sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 dikeluarkan oleh Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan.
Pasal
20
SIPA, SIKA, atau SIKTTK masih tetap
berlaku sepanjang:
a. STRA atau STRTTK masih berlaku;
dan
b. tempat praktik/bekerja masih
sesuai dengan yang tercantum dalam SIPA, SIKA, atau SIKTTK.
Bagian
Kedua
Tata
Cara Memperoleh SIPA, SIKA, dan SIKTTK
Pasal
21
(1) Untuk memperoleh SIPA atau
SIKA, Apoteker mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan dengan
menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 6 terlampir.
(2) Permohonan SIPA atau SIKA harus
melampirkan:
a. fotokopi STRA yang dilegalisir
oleh KFN;
b. surat pernyataan mempunyai
tempat praktik profesi atau surat keterangan dari pimpinan
fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau
distribusi/penyaluran;
c. surat rekomendasi dari
organisasi profesi; dan
d. pas foto berwarna ukuran 4 x 6
sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4 sebanyak 2 (dua) lembar;
(3) Dalam mengajukan permohonan
SIPA sebagai Apoteker pendamping harus dinyatakan secara tegas permintaan
SIPA untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama, kedua, atau ketiga.
(4) Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota harus menerbitkan SIPA atau SIKA paling lama 20 (dua puluh) hari
kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap dengan menggunakan
contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 7 atau Formulir 8 terlampir.
Pasal
22
(1) Untuk memperoleh SIKTTK, Tenaga
Teknis Kefarmasian mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan dengan menggunakan
contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 9 terlampir.
(2) Permohonan SIKTTK harus
melampirkan:
a. fotokopi STRTTK;
b. surat pernyataan Apoteker atau
pimpinan tempat pemohon melaksanakan pekerjaan kefarmasian;
c. surat rekomendasi dari
organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian; dan
d. pas foto berwarna ukuran 4 x 6
sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4 sebanyak 2 (dua) lembar.
(3) Dalam mengajukan permohonan
SIKTTK harus dinyatakan secara tegas permintaan SIKTTK untuk tempat
pekerjaan kefarmasian pertama, kedua, atau ketiga.
(4) Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota harus menerbitkan SIKTTK paling lama 20 (dua puluh) hari kerja
sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap dengan menggunakan
contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 10 terlampir.
Bagian
Ketiga
Pencabutan
Pasal
23
(1) Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dapat mencabut SIPA, SIKA atau SIKTTK karena:
a. atas permintaan yang
bersangkutan;
b. STRA atau STRTTK tidak berlaku
lagi;
c. yang bersangkutan tidak bekerja
pada tempat yang tercantum dalam surat izin;
d. yang bersangkutan tidak lagi
memenuhi persyaratan fisik dan mental untuk menjalankan
pekerjaan kefarmasian berdasarkan pembinaan dan pengawasan dan ditetapkan
dengan surat keterangan dokter;
e. melakukan pelanggaran disiplin
tenaga kefarmasian berdasarkan rekomendasi KFN; atau
f. melakukan pelanggaran hukum di
bidang kefarmasian yang dibuktikan dengan putusan pengadilan.
(2) Pencabutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikirimkan kepada pemilik SIPA, SIKA, atau SIKTTK dengan
tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dan
organisasi profesi atau organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis
Kefarmasian.
Bagian
Keempat
Pelaporan
Pasal
24
(1) Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian SIPA, SIKA,
dan SIKTTK serta pencabutannya setiap 3 (tiga) bulan sekali kepada Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi.
(2) Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
wajib melaporkan rekapitulasi pemberian SIPA, SIKA, dan SIKTTK serta
pencabutannya setiap 6 (enam) bulan sekali kepada Direktur Jenderal.
BAB
IV
KOMITE
FARMASI NASIONAL
Pasal
25
(1) Untuk meningkatkan dan menjamin
mutu tenaga kefarmasian dalam melakukan pekerjaan kefarmasian, Menteri
membentuk KFN.
(2) KFN sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan unit non struktural yang bertanggung jawab kepada Menteri
melalui Direktur Jenderal.
Pasal
26
KFN mempunyai tugas:
a. sertifikasi dan registrasi;
b. pendidikan dan pelatihan
berkelanjutan; dan
c. pembinaan dan pengawasan.
Pasal
27
(1) Susunan organisasi KFN terdiri
dari:
a. Divisi Sertifikasi dan Registrasi;
b. Divisi Pendidikan dan Pelatihan
Berkelanjutan; dan
c. Divisi Pembinaan dan Pengawasan.
(2) Anggota KFN ditetapkan oleh
Menteri berdasarkan usulan Direktur Jenderal berjumlah 9 (sembilan)
orang yang terdiri atas unsur-unsur yang berasal dari:
a. Kementerian Kesehatan 2 (dua)
orang;
b. Badan Pengawas Obat dan Makanan
1 (satu) orang;
c. Organisasi profesi 3 (tiga)
orang;
d. Organisasi yang menghimpun
Tenaga Teknis Kefarmasian 1 (satu) orang;
e. Perhimpunan dari Perguruan
Tinggi Farmasi di Indonesia 1 (satu) orang; dan
f. Kementerian Pendidikan Nasional
1 (satu) orang.
(3) Persyaratan keanggotaan KFN
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. warga negara Republik Indonesia;
b. latar belakang pendidikan bidang
farmasi;
c. sehat jasmani dan rohani; dan
d. untuk anggota KFN yang berasal
dari organisasi atau perhimpunan harus diusulkan oleh organisasi atau
perhimpunan yang bersangkutan kepada Direktur Jenderal.
(4) Masa bakti keanggotaan KFN
adalah 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih kembali maksimal 1 (satu)
periode. (5) Ketua KFN harus Apoteker dan ditetapkan oleh Menteri.
Pasal
28
(1) Divisi Sertifikasi dan
Registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf a bertugas:
a. menyiapkan rancangan cetak biru
sertifikasi dan registrasi;
b. menyusun pedoman tata laksana
sertifikasi dan registrasi; dan
c. melaksanakan registrasi.
(2) Divisi Pendidikan dan Pelatihan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf b mempunyai tugas:
a. menyusun cetak biru pengembangan
pendidikan berkelanjutan;
b. menyusun pedoman pengembangan
pendidikan berkelanjutan; dan
c. menetapkan angka Satuan Kredit
Profesi (SKP) pada pelaksanaan pengembangan pendidikan berkelanjutan.
(3) Divisi Pembinaan dan Pengawasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf c mempunyai tugas
melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap tenaga kefarmasian dalam
melaksanakan pekerjaan kefarmasian.
Pasal
29
(1) Dalam rangka pembinaan dan
pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3), KFN
dapat membentuk tim ad hoc.
(2) Tim ad hoc bertugas
menyelesaikan dugaan pelanggaran disiplin.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
dugaan pelanggaran disiplin diatur oleh KFN.
Pasal
30
(1) KFN dalam melaksanakan tugasnya
dibantu sekretariat.
(2) Sekretariat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang Sekretaris.
(3) Sekretaris sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) ditetapkan dan bertanggung jawab kepada
Sekretaris Direktorat Jenderal pada Kementerian Kesehatan yang tugas dan
tanggung jawabnya di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.
Pasal
31
Sekretariat KFN mempunyai tugas:
a. memberikan pelayanan
administrasi umum untuk mendukung pelaksanaan tugas KFN;
b. memproses penerbitan,
pengesahan, dan mengirimkan STRA; dan
c. mengelola keuangan, kearsipan,
personalia, dan kerumahtanggaan KFN.
Pasal
32
Pembiayaan kegiatan KFN dibebankan
pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sektor kesehatan
melalui Daftar Isian Pelaksana Anggaran (DIPA) Direktorat Jenderal pada
Kementerian Kesehatan yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pembinaan
kefarmasian dan alat kesehatan.
BAB
V
PEMBINAAN
DAN PENGAWASAN
Pasal
33
(1) Pembinaan dan pengawasan
terhadap pelaksanaan dan penerapan Peraturan Menteri ini dilakukan
oleh Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, organisasi dan/atau perhimpunan terkait sesuai dengan fungsi
dan tugas masing-masing.
(2) Kegiatan pembinaan dan
pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk:
a. melindungi pasien dan masyarakat
dalam hal pelaksanaan pekerjaan kefarmasian yang dilakukan oleh tenaga
kefarmasian;
b. mempertahankan dan meningkatkan
mutu pekerjaan kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi; dan
c. memberikan kepastian hukum bagi
pasien, masyarakat, dan tenaga kefarmasian.
(3) Hasil pembinaan dan pengawasan
yang dilakukan setiap institusi dilaporkan secara berjenjang
kepada Direktur Jenderal.
BAB
VI
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal
34
(1) Apoteker yang telah memiliki
Surat Penugasan atau Surat Izin Kerja berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 184/Menkes/Per/ II/1995 tentang Penyempurnaan
Pelaksanaan Masa Bakti dan Ijin Kerja Apoteker sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 695/Menkes/Per/VI/2007, dianggap telah
memiliki STRA, SIPA, atau SIKA berdasarkan Peraturan Menteri ini.
(2) Asisten Apoteker dan Analis
Farmasi yang telah memiliki Surat Izin Asisten Apoteker dan Surat Izin Kerja
Asisten Apoteker berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
679/Menkes/SK/V/2003 tentang Registrasi dan Izin Kerja Asisten Apoteker,
dianggap telah memiliki STRTTK dan SIKTTK berdasarkan Peraturan Menteri
ini.
(3) Apoteker atau Asisten Apoteker
dan Analis Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib
mengganti Surat Penugasan, Surat Izin Kerja, Surat Izin Asisten Apoteker, atau
Surat Izin Kerja Asisten Apoteker dengan STRA dan SIPA/SIKA atau STRTTK dan
SIKTTK paling lambat 31 Agustus 2011 sesuai dengan Peraturan Menteri ini.
Pasal
35
(1) Dalam rangka mengganti surat
penugasan dan/atau SIK dengan STRA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
ayat (3), dilakukan dengan cara mendaftar melalui website KFN.
(2) Pendaftaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diajukan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan
sebelum tanggal 31 Agustus 2011 dengan melampirkan:
a. fotokopi Kartu Tanda
Penduduk/Surat Izin Mengemudi/Paspor;
b. fotokopi ijazah Apoteker;
c. SIK atau Surat Penugasan; dan
d. pas foto terbaru berwarna ukuran
4×6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 2×3 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
(3) Setelah mendapatkan STRA untuk
pertama kalinya, Apoteker wajib mengurus SIPA dan SIKA di dinas kesehatan
kabupaten/kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan.
Pasal
36
(1) Dalam rangka mengganti SIAA
atau SIK Asisten Apoteker dengan STRTTK sebagaimana dimaksud dalam Pasal
34 ayat (3), dilakukan dengan cara mendaftar melalui dinas kesehatan provinsi.
(2) Pendaftaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diajukan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan
sebelum tanggal 31 Agustus 2011 dengan melampirkan:
a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk/Surat
Izin Mengemudi/Paspor;
b. fotokopi ijazah Tenaga Teknis
Kefarmasian;
c. SIAA atau SIK Asisten Apoteker;
dan
d. pas foto terbaru berwarna ukuran
4×6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 2×3 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
(3) Setelah mendapatkan STRTTK untuk
pertama kalinya, Tenaga Teknis Kefarmasian wajib mengurus SIKTTK di dinas
kesehatan kabupaten/kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan.
Pasal
37
Masa berlaku STRA, STRTTK, SIPA,
SIKA, dan SIKTTK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dan Pasal 36 diberikan
berdasarkan tanggal kelahiran Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian yang
bersangkutan.
BAB
VII
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal
38
Pada saat Peraturan Menteri ini
mulai berlaku, maka;
a. Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 184/Menkes/Per/II/1995 tentang Penyempurnaan Pelaksanaan Masa Bakti
dan Izin Kerja Apoteker;
b. Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 679/Menkes/SK/V/2003 tentang Registrasi dan Izin Kerja
Asisten Apoteker; dan
c. Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 695/Menkes/Per/VI/2007 tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 184/Menkes/Per/II/1995 tentang
Penyempurnaan Pelaksanaan Masa Bakti dan Izin Kerja Apoteker;
dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal
39
Peraturan Menteri ini mulai berlaku
pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta,
Pada tanggal 3 Mei 2011
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA,
Ttd.
ENDANG RAHAYU SEDYANINGSIH
Diundangkan di Jakarta,
Pada tanggal 1 Juni 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
PATRIALIS AKBAR
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2011 NOMOR 322