SIDOARJO – Program perumahan rakyat dengan rumah sangat sederhana
dari pemerintah pusat yang mengedepankan masyarakat kecil belum
memiliki rumah telah dinodai. Diduga, terjadi permainan dari perusahaan
pengembang perumahan (developer) dengan menaikkan harga hingga 25 persen
dari harga sebelumnya yang telah disepakati jauh lebih murah dan
terjangkau bagi masyarakat.
Hal ini terjadi pada salah satu calon pemilik rumah di Perumahan
Millenium Green Puspa Asri (MGPA), Candi, Sidoarjo yang dikelola PT
Ganda Prima Perkasa (GPP). Pasalnya, telah terjadi kesepakatan harga
rumah sebelumnya, antara calon pembeli/pemilik rumah dengan pihak PT
GPP. Namun, tiba-tiba PT GPP melakukan perubahan harga rumah, dari harga
Rp 54 juta menjadi Rp 80 juta kepada para konsumen lainnya yang sama
waktu pemesanannya. Padahal, diperkirakan sekitar 80 calon pembeli rumah
telah sepakat dan membayar uang muka (UM) nya.
Seperti Abdul Rozik, pada Desember 2010 silam telah melakukan pemesanan
rumah type ukuran 30/90 di Perum MGPA kepada PT GPP dengan harga Rp 54
juta, dan telah ada kesepakatan antara kedua belah pihak disertai dengan
total pembayaran UM sebesar Rp 8,9 juta. Selanjutnya Abdul Rozik
menempati rumah itu dengan status pinjam pakai sejak Agustus 2012,
tiba-tiba sekitar Mei 2013 pihak PT GPP merubah harga rumah tersebut
menjadi Rp 80 juta. Sehingga, beban penambahan uang sekitar Rp 20
juta-an untuk memiliki rumah di Perum MGPA menjadi keresahannya.
Karena merasa bingung, akhirnya Abdul Rozik mencari perlindungan hukum
ke Lembaga Perlindungan Konsumen (LPK) Jawa Timur di Surabaya pada Sabtu
(22/3/2014). Atas dasar laporan konsumen PT GPP itu, akhirnya LPK Jawa
Timur menyurati developer tersebut untuk minta penjelasan terkait
persoalan Kredit Perumahan Rakyat (KPR) ini, Rabu (26/3/2014).
Direktur Eksekutif LPK Jawa Timur, Achmadi MS mengatakan akan
mengkonfirmasi PT GPP terkait persoalan Abdul Rozik atas laporan
tersebut. “Ya, kami akan melayangkan surat somasi sekaligus minta
penjelasan dari PT GPP terlebih dulu, terkait persoalan ini,” ujarnya
saat dikonfirmasi Surabaya Metro di kantor LPK Jawa Timur, Kamis
(27/3/2014).
Achmadi beranggapan, apapun alasannya tidak boleh menaikkan harga (lama)
yang ditawarkan kepada konsumen, apalagi konsumen sebagai calon
pembeli/pemilik rumah sudah sepakat harganya. “Persoalannya, UM sudah
diterima PT GPP sebagai tanda jadi pemesanan rumah dari konsumen,
otomatis segala persyaratan proses di bank penyelenggara KPR sudah
jalan, tinggal penentuan angsurannya saja. Anehnya, sudah berjalan 3
tahun lebih, tiba-tiba PT GPP merubah dan menaikkan harga unit
rumahnya,” sergahnya.
Sementara itu, Abdul Rozik saat dikonfirmasi menyampaikan kebingungannya
dan menyerahkan sepenuhnya persoalannya dengan PT GPP kepada LPK Jawa
Timur. “Sejak tahun 2010, saya dan PT GPP sudah sepakat dengan harga
yang ditentukan, yakni Rp 54 juta. Karena sudah sepakat, maka saya
mewujudkannya dengan pembayaran uang muka sebagai tanda jadi pemesanan 1
unit rumah di Blok B3 Perum MGPA. Kalau sekarang saya harus membeli
rumah yang sekarang ini saya tempati dengan harga lebih tinggi dari
kesepakatan awal, bagi saya itu sudah merugikan saya,” pungkasnya. ( mhd/tsn)